Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Sebelum blak blakan di Blog ini, Admin mau berdo'a dulu
“ Ya Allah, Jadikanlah artikel sok pintar ini
bermamfaat bagi orang yang membacanya, tunjukkanlah kebenarannya dan
luruskanlah kesalahannya agar dapat bermanfaat dan diterima. Amin”
Bukannya Admin mau
sok pintar, tapi Admin pernah mendengar dari dosen Admin, bahwa mahasiswa itu
harus kritis, makanya Admin mau kritk sedikit saja. Jadi Admin mohon maaf kalau
cap cip cup ini kontradiktif dengan realtas yang ada.
Hemmmmm...................
Saya mau bilang apa ya???
(Bingung)
HEHEHEHEHE
Kalau saya memperhatikan
(cieeeeeeeeee,,,,,, ternyata, saya
perhatian juga ya...!) pelaksanaan training maba USN kampus II Lasusua, mulai
dari angkatan pertama (sebut saja angkatan pertama karena saya juga kurang tau,
angkatan pertama di USN kampus II lasusua di OSPEK atau tidak yaaa ?) sampai
dengan sekarang (TA 2013/2014) sudah 3 kali mengganti nama. Kalau saya tidak
salah, nama pertama untuk training
Mahasiswa Baru (Maba) adalah OSPEK
(Orientasi Studi Pengenalan Kampus) kemudian training maba TA 2012/2013 diganti
menjadi OMAR (Orientasi Mahasiswa Baru), kemudian Tahun ini (TA 2013/2014)
diganti lagi menjadi MATRA Maba (Masa Training MAhasiswa Baru).
Yang jadi pertanyaannya, kenapa
harus diganti-ganti gitu ya ???
Mungkin Panitianya mau tampil
beda...
Mungkin Panitianya kreatif...
Atau mungkin Panitia mau
menyesuaikan nama training maba ini dengan kegiatan yang dilakukan.
Mari kita telusuri... ! (keyak
jalanan aja mau di telusuri segala) HEHEHEHEHE Lagi....
Banyak orang bilang, kalau OSPEK
itu identik dengan Penjajahan dan merupakan tradisi/warisan penjajah yang masi
merajalela di negeri Indonesia tercinta ini. Itu karena, sampai pada hari ini,
OSPEK ini tidak sejalan dengan namanya “ORIENTASI STUDI PENGENALAN KAMPUS”.
Yang sudah ikut OSPEK/Training Maba pasti sudah tau apa saja kegiatan-kegiatan
yang dilakukan. Banyak kegiatan yang tidak jelas tujuannya. Kalau kita
membandingkan, nuansa negatifnya lebih kental daripada nuansa positifnya.
Nuansa teror mental dan penjajahannya lebih dominan daripada sisi edukatifnya.
Kadang calon Maba ( Upsssssss... bukan kadang, tapi sering ya....) calon Maba
diperintahkan untuk membawa/membuat sesuatu yang tidak jelas tujuannya.
Contohnya: tas terbuat dari kantong plastik, ikat pinggang dari tali rapiah mirip pakaian adat Papua,
topi dari kertas karton, pernak-pernik dari bulu ayam, dan lain-lain sebagainya.
Katanya sih agar Calon Maba bisa kreatif. Panitianya kan sudah kreatif jadi
wajarlah disuruh buat yang aneh-aneh. (Emangnya masih anak SD disuruh bikin
kaya gituan...??? PEACE SENIOR...!!! saya Cuma mau nambah artike di Blog saya).
Apakah dengan telah menyuruh
calon Maba melakukan hal-hal seperti itu lantas anda yang sudah bertitel
Mahasiswa sudah bisa dikatakan kreatif ??? (Tolong dijawab dengan hati yang
jernih dan bukan jawaban dusta !!!).Kalau menurut saya, (ini menurut saya loh,
bukan orang lain. Kalau salah, mohon diluruskan) “anda-anda” yang menyuruh
calon maba melakukan hal-hal tersebut, itu karena anda hanya ingin menunjukkan
tentang kapasitas, kedudukan maupun kekuasaan yang anda miliki sebagai panitia
atau senior pada masa training maba berlangsung. Anda sebagai seorang mahasiswa
seharusnya mampu membedakan mana yang harus
dan mana yang tidak boleh dijadikan sebagai aktivitas maba selama masa training
sehingga mampu memotivasi dan memberikan ide-ide cemerlang yang edukatif dan
dapat bermanfaat bagi calon maba maupun orang lain. Contohnya, mengumpulkan
dana untuk membantu orang yang kurang mampu, melakukan outbound training,
seperti game-game. Kegiatan ini sangat efektif untuk memecah kebekuan antar
sesama calon maba maupun dengan seniornya sehingga menjadi kondisi yang akrab
tanpa ada jarak dan tidak akan ada pihak yang merasa dilecehkan maupun
dirugikan. Metode andardigo juga sangat efektif untuk diterapkan, yaitu
melibatkan langsung calon maba terhadap kondisi realitas masyarakat sehingga
dapat melatih daya kritisnya.
Aturan pertama yang tidak pernah
hilang dalam proses training calon maba khususnya bagi kaum adam adalah “rambut
harus pendek”. Kalau mereka yang suka rambut pendek, ya tidak apa-apa, tapi
bagaimana dengan mereka yang tidak menyukainya ??? Otomatis mental maupun
kepercayaan dirinya akan hilang. (katanya untuk memupuk mental calon maba, kok
malah dikurangi ??? Ini sebenarnya termasuk pelanggaran HAM. percuma anda tau
HAM itu apa kalau realisasinya tidak ada alias OMDO. (kalau di Akademi Militer
atau semacamnya, yaaaa wajar aja memberlakukan peraturan tersebut). Seharusnya, aturan yang akan diterapkan oleh panitia baiknya dibahas bersama-sama dengan calon maba. sama halnya dengan pembentukan Undang-undang. RUU yang ditolak tidak akan dijadikan sebagai aturan/undang-undang, sebaliknya RUU yang disetujui itulah yang dijadikan sebagai aturan/undang-undang. "PERCUMA ATURAN ITU DIBAHAS DENGAN CALON MABA KALO PANITIANYA TERTUTUP/TIDAK MENERIMA MASUKAN".
Yang dibutuhkan orang atau
masyarakat itu bukan orang yang cuma pandai beretorika, tapi yang dibutuhkan
oleh masyarakat adalah orang yang perbuatannya relevan dengan retorika
positifnya dan disertai dengan iman dan taqwa.
Mengapa dinegara kita Indonesia tercinta ini sudah carut marut, itu
karena pemimpin-pemimpinnya hanya beretorika dengan meminjam bait-bait demi
bait kata-kata mutiara ketika berdiri didepan public maupun media-media dalam menyampaikan
pidatonya tanpa ada realisasi yang jelas-jelas bermanfaat bagi masyarakat.
Memang benar kata pepatah, bahwa “orang pintar itu bukan dilihat dari
perkataannya tetapi orang pintar itu dilihat dari perbuatannya”
HEHEHEHEHE... SAYA SOK TAU JUGA
YA....
Kemudian aturan yang kedua yang
sangat-sangat dominan yang diterapkan
oleh panitia training adalah mengadopsi warisan dari penjajah negeri kita yang
sangat primitif, jadul bin kolot adalah dimana kaidah-kaidah berdemokrasi itu
dihilangkan seolah-olah membungkam mulut para peserta training dengan
aturan-aturan yang dibuat sedemikian rupa oleh panitia. Ketika ada peserta
training maba yang menyampaikan aspirasinya, meskipun aspirasi itu adalah benar
adanya, tapi dengan sikap arogansi yang menjadi sifat para panitia, aspirasi
itu kemudian ditolak meskipun aspirasi itu benar-benar efektif dan bermanfaat.
Ketika calon peserta training kembali menentang dan menuntut agar aspirasi itu
diterima, “panitia seolah-olah bertindak sebagai pengecut dengan mengadu
kepada konstitusi tertinggi mereka, yaitu SERTIFIKAT“.
Calon Maba :
“ Apa boleh buat,
kami hanyalah suara Adzan yang didengar oleh kaum Kafir, sementara Mereka
adalah Malaikat yang tak pernah salah “
OSPEK itu sudah
jelas, tapi pelaksanaannya tidak relevan dengan namanya. Yang kurang jelas
adalah OMAR dan MATRA. Orientasinya itu untuk apa dan trainingnya itu untuk apa
? Temanya sudah jelas tapi realisasinya masih kurang.
Seandainya Admin juga ikut
sebagai panitia, Admin juga pasti akan arogan seperti panitia lainnya, dan
seandainya panitia menghilangkan sifat arogannya itu dan bersifat terbuka dan
menerima aspirasi yang positif maka
Admin juga akan mengikutinya.
“ Suatu pekerjaan
yang dilakukan sendiri-sendiri akan terasa berat, tetapi ketika dilakukan
dengan bersama-sama maka pekerjaan itu akan terasa ringan”
LAKUKAN REVOLUSI, HAPUSKAN OSPEK AROGAN !!!
OSPEK AROGAN HANYA MENGHASILKAN CALON-CALON AVENGER
KALAU BUKAN SEKARANG, KAPAN LAGI ?
“ Untuk menjadi baik
tak perlu sama dengan orang lain, untuk
menjadi kampus idola tak perlu mengikuti cara-cara kampus lain “